Ucapan Terima Kasih dan Respon Sama-sama
Sadar atau tidak, selama ini bangsa kita jarang menggunakan kreativitas dalam berbahasa.
Misal, dalam menjawab ucapan terima kasih, respon kita umumnya adalah “sama-sama”. Nampaknya ini karena kita terbiasa didikte oleh orang tua generasi sebelum kita. Kalau kita coba gali memori kita, pasti ada momen ketika mereka (entah ayah, ibu, atau mbah) mengajari kita, “kalau orang bilang makasih, kamu jawab sama-sama.”
Bahkan kita tidak diberitahu apa makna dari kata “sama-sama” itu
Padahal, kalau kita ambil referensi dari bahasa lain, banyak sekali ungkapan yang bisa digunakan untuk merespon ucapan terima kasih. Misal, di Asia Timur sana, ucapan terima kasih umumnya dijawab, “saya gak terlalu banyak bantu, kok.”
Dari belahan barat pun ada contoh yang lain; yang paling familiar tentu saja “senang bisa bantu”.
Dari acara talkshow, saya kerap menemukan seorang host mengatakan “terima kasih sudah mau dateng” yang direspon bintang tamu “terima kasih sudah ngundang ke sini”. Ucapan terima kasih yang dibalas dengan terima kasih juga.
Oh! Mungkin itu kali ya maksud ucapan “sama-sama” itu
Ada juga seorang yang merespon dengan mengatakan bahwa membantu memang tugas dia. Misal, abang ojol setelah menurunkan penumpangnya, si penumpang bilang terima kasih. Abang ojol seraya tersenyum merespon, “sudah kerjaan saya, mbak.”
Kadang pula luput dari daya imajinasi kita bahwa ucapan terima kasih bisa direspon dengan ketus sebab kita membantu karena terpaksa. Misal, seorang siswa mengucapkan terima kasih setelah menyerahkan tugasnya yang kelewat deadline. Gurunya bisa membalas, “sekali ini saja, ya, jangan diulangi.”
Saya sendiri sempat berpikir untuk merespon jahat seorang pengamen yang numpang lewat menyumbang (membuat jadi sumbang) lagu di tepi angkringan. Dia berucap terima kasih setiap kepingan rupiah dijatuhkan masuk ke dalam kantong plastik yang dia todongkan. Dalam hati saya memekik, “lebih pas maaf-sudah-merusak-suasana, deh, daripada terima-kasih.”
Untungnya saya tak punya nyali untuk benar-benar mengucapkannya.
Eh, iya juga, ya.
Jangan-jangan masalah sebenarnya bukan kreativitas dalam berbahasa, tapi nyali.
Mungkin kita memang tidak berani mencoba berbeda. Kita terbiasa berpikir bahwa lebih baik nampak sama seperti lainnya. Seperti saat dulu ada mbak-mbak berterima kasih pada saya, spontan saya balas “sama-sama”. Padahal dalam benak saya menggumam, “semua pria pasti rela melakukan segalanya untukmu, mbak.”